Senin, 04 April 2016

PENDIDIKAN INKLUSI


 
MAKALAH
KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI, DAN IDENTIFIKASI ABK
(Gangguan Perilaku dan Emosi, Gangguan Ganda, Peserta Didik Berkesulitan Belajar)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu: Drs. Wahyudi, M.Pd
 











Disusun Oleh :
Kelompok 5 ( IV A)
1.      Inez Anugerah P. P          (19/ K7114071)
2.      Isnaeni Aprilia Kartika     (20/ K7114076)
3.      Isti Fardiyanti                  (22/ K7114037)
4.      Khoerul Amin                   (24/ K7114085)
5.      Muna Fauziah                   (31/ K7114113)

PROGRAM  S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016


KATA PENGANTAR

            Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Pendidikan Inklusi.
            Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
            Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang karakteristik, klasifikasi, dan identifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik berkesulitan belajar, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa FKIP Kampus PGSD Kebumen Universitas Sebelas Maret. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  kami  meminta  masukan demi  perbaikan pembuatan  makalah di masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Kebumen, 3 Maret 2016
Penulis,




DAFTAR ISI

COVER HALAMAN...................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C.     Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi
                1.  Klasifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi .............................  5
                2.  Karakteristik Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi.......................... 9
                3.  Identifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi ...........................  12
B.     Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi Dengan Gangguan Ganda
                1.  Karakteristik Dengan Gangguan Ganda.............................................. 13
                2.  Klasifikasi Dengan Gangguan Ganda .................................................  13
                3.  Identifikasi Dengan Gangguan Ganda ................................................  14
C.     Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
                1.  Karakteristik Peserta Didik Berkesulitan Belajar................................. 15
                2.  Klasifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar..................................... 16
                3.  Identifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar................................... 20   
BAB III PENUTUP
A.      Simpulan.................................................................................................... 24
B.       Saran.......................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
     Anak-anak    berkebutuhan    khusus,  adalah   anak-anak   yang   memiliki   keunikan tersendiri   dalam   jenis   dan   karakteristiknya,   yang   membedakan   mereka   dari anak-anak     normal   pada   umumnya.    Keadaan    inilah  yang  menuntut    pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang    menyulitkan    guru   dalam   upaya   menemu    kenali   jenis  dan  pemberian layanan   pendidikan   yang   sesuai.   Namun   apabila   guru   telah   memiliki   pengetahuan dan   pemahaman   mengenai   hakikat   anak   berkebutuhan   khusus,   maka   mereka   akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
     Anak berkebutuhan khusus sejatinya terjadi dari berbagai macam dan karakter. Anak berkebutuhan khusus bisa digolongkan menjadi anak yang memiliki kelainan secara fisik, mental, berkelainan emosional maupun akademik. Sebagai tenaga pendidik, memahami berbagai karakter anak terutama anak yang memiliki karakter yang istimewa seperti anak berkebutuhan khusus tentu saja harus menjadi sebuah keahlian karena bukan tidak mungkin, siswa yang pada nantinya menjadi anak didik bisa saja memiliki keistimewaan seperti anak berkebutuhan khusus. Untuk itu melalui makalah ini kami mencoba mengkaji lebih dalam mengenai klasifikasi, karakteristik, dan Identifikasi  Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan gangguan perilaku dan emosi,  ABK dengan gangguan ganda, serta ABK dengan peserta didik berkesulitan belajar.
1
 
     Oleh karena itu , penulis membuat makalah ini yang fungsinya bertujuan untuk memaparkan Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi yang terdapat pada anak yang mengalami gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta duduk yang berkesulitan belajar agar nantinya bagi para calon pendidik Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengenali dan memahami mereka serta mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah yang menjadi karakteristik dengan gangguan perilaku dan emosi?
2.      Apa sajakah yang menjadi klasifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi?
3.      Apa sajakah yang menjadi identifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi?
4.      Apa sajakah yang menjadi karakteristik dengan gangguan ganda?
5.      Apa sajakah yang menjadi klasifikasi dengan gangguan ganda?
6.      Apa sajakah yang menjadi identifikasi dengan gangguan ganda?
7.      Apa sajakah yang menjadi karakteristik dengan peserta didik berkesulitan belajar?
8.      Apa sajakah yang menjadi klasifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar?
9.      Apa sajakah yang menjadi identifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar?

C.    Tujuan
1.      Dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dengan gangguan ganda.
2.      Dapat memahami dan menjelaskan klasifikasi dengan gangguan ganda.
3.      Dapat menjelaskan cara mengidentifikasi dengan gangguan ganda.
4.      Dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dengan gangguan perilaku dan emosi.
5.      Dapat memahami  dan menjelaskan klasifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi.
6.      Dapat menjelaskan cara mengidentifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi.
7.      Dapat memahami  dan menjelaskan karakteristik dengan peserta didik berkesulitan belajar.
8.      Dapat memahami  dan menjelaskan klasifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar.
9.      Dapat memahami  dan menjelaskan cara mengidentifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar.



 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku Dan Emosi (Tunalaras)
1.      Pengertian Tunalaras
           Istilah tunalaras berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan “laras” yang berarti sesuai. Jadi, anak tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang/ tidak sesuai dengan lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat tempat ia berada. Menurut Soemantri anak tunalaras sering disebut dengan anak tuna sosial karena tingkah laku mereka menunjukkan pertentangan yang terus menerus terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. (Suwardani, 2012) 
           Choiri, dkk (2009: 32) berpendapat bahwa anak dengan gangguan perilaku dan emosi (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat, dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerluka pelayanan dan pendidikan secara khusus.
4
 
           Istilah yang digunakan untuk anak yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan sehari-hari di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian julukan kepada anak yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang berkepentingan. Misalnya, para orang tua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak jelek (bad boy), para guru menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible), para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan anak yang terganggu emosinya (emotional disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan hukum maka para hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent). Terlepas dari julukan yang diberikan kepada para tunalaras, secara substansial kesamaan makna yang terdapat pada pemberian “gelar” pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada cirinya yaitu terdapatnya penyimpangan yang berlaku di lingkungannya.
           Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna laras adalah individu (usia anak dan remaja) yang mempunyai tingkah laku menyimpang/ berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan/ norma-norma sosial baik taraf sedang, berat, maupun sangat berat, tidak/ kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh suasana, sehingga membuat kesulitan (kerugian) bagi diri sendiri maupun orang lain maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.
2.      Klasifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
            Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami gangguan emosi. Tiap jenis kelainan anak tersebut dapat ditinjau dari segi gangguan atau hambatan dan klasifikasi berat ringan nya kenakalan, dengan penjelasan sebagai berikut:
a.      Menurut Jenis Gangguan Atau Hambatan
1)      Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan yaitu, senang-sedih, lambat-cepat marah, dan rileks-tekanan. Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atu marah, rasa tertekan dan merasa cemas.
2)      Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atu merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan ini adalah seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang, menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain, dan lain sebagainya. Perbuatan mereka sangat mengganggu ketentraman orang lain.
b.      Klasifikasi Berat-Ringannya Kenakalan
1)      Besar-kecilnya gangguan emosi, artinya semakin tinggi memiliki perasaan negatif terhadap orang lain makin dalam rasa negatif semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
2)      Frekuensi tindakan, artinya frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan sikap penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalan nya.
3)      Berat-ringan nya pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sangsi hukum.
4)      Tempat atau situasi kenakalan yang dilakukan atinya anak berani berbuat kenakalan dimasyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila dia dirumah.
5)      Mudah-sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik. Para pendidik atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak bandel dan keras kepala sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
6)      Tunggal atu ganda ketunaan yang dialami, apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan  lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaan nya.


Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya di antaranya sebagai berikut:
a.       Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembra dkk. (dalam Phierda, 2012) adalah anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah dan yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anakyang menarik diri dari pergaulan social, sedangkan yang beresiko rendah yaitu autism dan skizofrenia. Secara umum anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi, yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa, dan agresif. Selain pembagian diatas, masih banyak tingkah laku anak-anak yang dapat digolongkan tunalaras yang belum mendapat layanan khusus, misalnya anak merasa bahagia bila melihat api karena ingin selalu membakar saja, anak yang suka meninggalkan rumah, penyimpangan seks, dan sebagainya.
b.      System klasifikasi kelainan  perilaku yang dikemukakan oleh Quay, 1979 Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (dalam Phierda, 2012) adalah sebagai berikut:
1)   Anak yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct disorder) mengacu pada tipe anak yang melawan kekuasaan, seperti bermusuhan dengan polisi dan guru, kejam, jahat, suka menyerang, hiperaktif.
2)   Anakyang cemas-menarik diri (anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut, suka menyendiri, peka, dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
3)   Dimensi ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tidak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip seperti anak autistic.
4)   Anak agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai cirri atau masalah perilaku yang sama dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “gang: tertentu. Anak tipe ini termasuk dalam perilaku pencurian dan pembolosan. Mereka merupakan suatu bahaya bagi masyarakat umum.
c.       Adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan menurut Phierda (2012) sebagai berikut:
1)   Neurotik Behavior (Perilaku Neurotik)
          Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi mereka mempunyai permasalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan agresif, serta rasa bersalah disamping juga kadang-kadang mereka melakukan tindakan lain seperti yang dilakukan oleh anak unsocialized (mencuri, bemusuhan). Anak pada kelompok ini dapat dibantu dengan terapi seorang konselor.
          Keadaan neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
2)   Children With Psycotic Processes
          Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sehingga tidak memilki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan, misalnya: minuman keras dan obat-obatan. Oleh karena itulah usaha penanggulangannya lebih sulit karena anak tidak dapat berkomunikasi sehingga layanan pendidikan harus disesuaikan dengan kemajuan terapi dan dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan.
          Kiranya jelas bahwa kelompok neurotik, anak mengalami gangguan yang sifatnya fungsional, sedangkan pada kelompok psikotis disamping mengalami gangguan fungsional, anak juga mengalami gangguan yang sifatnya organis. Oleh karena itu, anak-anak yang termasuk kelompok psikotis kadang-kadang memerlukan perawatan medis.
3.      Karakteristik ABK Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
          Karakteristik yang dikemukakan oleh Hallahan & Kauffman (dalam Phierda, 2012) berdasarkan dimensi tingkah laku anak tunalaras adalah sebagai berikut:
a.       Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku, memperlihatkan ciri-ciri: suka berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk membangkang, menantang, merusak milik sendiri atau milik orang lain, kirang ajar, lancang, melawan, tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan, memecah belah, rebut, tidak bias diam, menolak arahan, cepat marah, menganggab entengg, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, suka bersoal jawab, tak sanggub berdikari, mencuri, mengejek, menyangkal, berbuat salah, egois, dan mudah terpengaruh untuk berbuat salah.
b.      Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan cirri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu, segan, menarik diri, terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka berahasia.
c.       Anak yang kurang dewasa, dengan cirri-ciri, yaitu pelamun, kaku, berangan-angan, pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk,pembosan, dan kotor.
d.      Anak yang agresif bersosialisasi, dengan cirri-ciri, yaitu mempunyai komplotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap teman nakal, berkelompok dengan geng, suka diluar rumah sampai larut malam, bolos sekolah, dan minggat dari rumah. 
Berikut ini akan dikemukakan karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, social/emosional, fisik/kesehatan anak tunalaras menurut Phierda (2012):
a.      Karakteristik Akademik
Kelainan perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian social dan sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang brurk tersebut maka dalam belajarnya memperlihatkan cirri-ciri sebagai berikut.
1)      Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata
2)      Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan discipliner.
3)      Seringkali tidak naik kelas atau bahkan ke luar sekolahnya
4)      Sering kali membolos sekolah
5)      Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat
6)      Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi
7)      Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi
8)      Lebih sering menjalani masa percobaab dari yang berwenang
9)      Lebih sering melakukan pelanggaran hokum dan pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
10)  Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan


b.    Karakteristik Sosial/Emosional
    Karakteristik social/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)      Karakteristik Social
a)      Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri-ciri: perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melnggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga.
b)      Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
2)   Karakteristik Emosional
a)      Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin dan rasa cemas.
b)      Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitive atau perasa.
3)   Karakteristik Fisik/Kesehatan
          Karakteristik fisik/kesehatan anak tunalaras ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerakan (tik). Seringkali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya, merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik, seperti gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol dan jorok.
           Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku)
memiliki ciri-ciri:
a.       Cenderung membangkang
b.      Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c.       Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
d.      Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum
e.       Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah
f.       Sering bolos jarang masuk sekolah       
4.      Identifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
        Untuk karakteristik ABK Gangguan Perilaku dan Emosi dapat diidentifikasikan:
a.         Memberikan contoh perilaku yang baik terhadap anak.
b.        Membimbing pelatihan perilaku non agresif dalam kehidupan nyata dan dalam kegiatan seperti bermain peran, pengucapan bersama.
c.         Menguatkan perilaku nonagresif dengan memberi imbalan bagi perilaku pengganti respons agresif.
d.        Menghentikan agresi dengan menolak memberi imbalan bagi perilaku agresif.
Menghukum perilaku agresif dengan salah satu dari tiga cara : memberi stimulus yang menyakitkan (misalnya menampar); Menghentikan imbalan positif (misalnya mengurangi nilai yang telah diberikan) atau menahan sesuatu yang disukai anak (misalnya makanan, permen, mainan); Memberi time out (misalnya menyuruh anak berdiri di depan kelas atau duduk di kantor kepala sekolah pada waktu teman yang lain bermain).

B.     Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Ganda
1.      Pengertian Gangguan Ganda (Tuna Ganda)
           Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki. (Zulkifly, 2013)  
2.      Karakteristik ABK Dengan Gangguan Ganda
Zulkifly (2013) mengemukakan bahwa anak tunaganda biasanya      menunjukkan fenomena-fenomena perlaku di antaranya : 
a.       Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. 
b.      Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat. 
c.       Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan. 
d.      Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. 
e.       Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. 
f.       Kecenderungan lupa akan keterampilan keterampilan yang sudah dikuasai. 
g.      Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya. 
3.      Klasifikasi ABK Dengan Gangguan Ganda
            Cahyan (2012) berpendapat bahwa pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, di antaranya:
a.    Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah    yang dipandang paling berat cara menanganinya.
b.    Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
c.    Kelainan utamanya tunanetra.
     Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang lainnya.
d.   Kelainanan utamanya tunadaksa.
     Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
e.    Kelainan utamanya tunalaras.
     Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
f.     Kombinasi kelainan lain
4.      Identifkasi ABK Dengan Gangguan Ganda
Untuk karakteristik Gangguan Ganda dapat diidentifikasikan :
Dapat diberikan edukasi yang lebih efektif sehingga anak dapat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran, seperti pemberian pertanyaan di sela-sela penjelasan atau dengan cara yeng lebih menyenangkan, yaitu berrmain sambil belajar, pembentukkan kelompok belajar, serta diberikan bimbingan dan pembelajaran seperti pada identifikasi gangguan perilaku & emosi dan .gangguan kesulitan belajar.

C.    Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Dengan Belajar
     Dalam pelayanan pendidikan di sekolah reguler, sering kali guru dihadapkan pada siswa yang mengalami problem belajar atau kesulitan belajar salah satu kelompok kecil siswa yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah kelompok anak yang berkesulitan belajar spesifik atau disebut specific learning disabilities. (Choiri, dkk, 2009: 35)
      Anak berkesulitan belajar menurut Choiri, dkk (2009: 35) adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman,  gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
      Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan  belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya.
       Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
       Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi. Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan kondisi anak.
    Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
1.    Karakteristik ABK Dengan Peserta Didik Berkesulitan Belajar
         Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis. Anak ini memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata.
Karakteristik anak kesulitan belajar membaca (disleksia) yaitu sebagai berikut:
a.       Perkembangan kemampuan membaca terlambat
b.      Kemampuan memahami isi bacaan rendah
c.       Kesulitan membedakan bentuk,
d.      Sering melakukan kesalahan dalam membaca
Karakteristik anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia) yaitu sebagai berikut:
a.         Sangat lamban dalam menyalin tulisan
b.        Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2
b.        dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
c.         Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
d.        Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
e.         Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
Karakteristik anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia) yaitu sebagai berikut:
a.       Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b.      Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
c.       Sering salah membilang secara berurutan
d.      Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2
dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
e.       Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
2.      Klasifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Belajar
Kesulitan Belajar Perkembangan (Pra akademik)
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
a.       Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.      Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses:
1)      Penglihatan,
2)      Pendengaran,
3)      Perabaan,
4)      Penciuman, dan
5)      Pengecap.
c.       Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)
Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses  penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi:
1)      Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
2)      Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
3)      Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau digerakkan.
4)      Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek.
5)      Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
6)      Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.
d.       Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
1)      ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian
2)      ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.
Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a.        Disleksia atau Kesulitan Membaca
     Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman. Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa:
1)      Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh : suruh disuruh; gula →  gulka
2)      Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa → lapa; kompor → kopor
3)      Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
4)      Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.
Contoh : buku →  duku; palu → lupa
5)      Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas bawah.
Contoh : m → w; u→ n; nana → uaua; mama → wawa; 2 → 5;
6)      Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Contoh : mega meja; nanas mamas; 3 8
b.      Disgrafia atau Kesulitan Menulis
     Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu:
1)   Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
2)   Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis ”per huruf”. Sedangkan saat menulishuruf- sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang, karena mereka menulis ”per kata”.
Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:
a)Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf
b)         Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
c)Ketidakjelasan bentuk huruf
d)         Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis
Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan membaca, seperti:
a)        penambahan huruf/suku kata
b)        penghilangan huruf/suku kata
c)        pembalikan huruf ke kanan-kiri
d)       pembalikan huruf ke atas-bawah
e)        penggantian huruf/suku kata
3) Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.
c.       Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
       Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.
3.      Identifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Belajar
         Identifikasi dalam hal ini merupakan proses untuk menemukan individu agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen untuk mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut.
Instrumen ini berupa tabel inventori atau daftar ceklis. Instrumen ini bisa digunakan guru kelas untuk mengidentifikasi kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti pembelajaran di kelas.
Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut ini instrumennya.

Identifikasi Awal Anak Berkesulitan Belajar

No.
Perilaku yang teramati
Ceklis
1
Perhatian mudah teralih
2
Lambat dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas
3
Tidak kenal lelah atau aktivitas berlebihan
4
Sering kehilangan barang-barang atau mudah lupa
5
Sering menabrak benda saat berjalan
6
Cenderung ceroboh
7
Kesulitan mengikuti ritme atau ketukan
8
Kesulitan bekerjasama dengan teman
9
Kesulitan meniru gerakan yang dicontohkan
10
Kesulitan melempar dan menangkap bola
11
Kesulitan membedakan arah kiri–kanan, atas-bawah, depan–belakang
12
Kesulitan dalam mengenal huruf
13
Kesulitan untuk membedakan huruf “ b-d, p-q, w-m, n-u “
14
Kualitas tulisan sangat buruk (tidak terbaca)
15
Kehilangan huruf saat menulis
16
Kurang dapat memahami isi bacaan
17
Menghilangkan kata saat membaca
18
Kosakata terbatas
19
Kesulitan untuk mengemukakan pendapat
20
Kesulitan untuk mengenali konsep angka dan bilangan
21
Kesulitan memahami soal cerita
22
Kesulitan membedakan bentuk geometri (lingkaran, persegi, persegipanjang, dan segitiga)
23
Kesulitan membedakan konsep +, -, x dan :
24
Sulit membilang secara berurutan
25
Sulit mengoperasikan hitungan
Perilaku lain yang teramati :

          Bila dari hasil pengamatan, seorang anak menunjukkan lebih dari delapan item perilaku dalam daftar ceklis ini, kemungkinan anak tersebut berisiko mengalami kesulitan belajar. Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya, anak bisa dirujuk kepada tenaga ahli (psikolog, pedagog) sehingga layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat. Namun, tanpa rujukan tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan melaksanakan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
          Untuk karakteristik Gangguan Kesulitan Belajar Spesifik dan Lamban Belajar dapat diidentifikasikan:
a.         Dibutuhkan kesabaran ekstra dari pendidik untuk membimbing anak.
b.        Anak perlu diberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih yang tidak menurunkan semangat belajarnya.
c.         Penyuluhan orangtua terhadap perkembangan anaknya perlu dilakukan sehingga proses belajar tetap berkesinambungan antara yang di rumah dengan di sekolah.
d.        Pemberian pelajaran tambahan di sekoalh dan les di rumah dapat membantu kesuitan belajar anak.
e.         Pendidik dapat membantu opsi les untuk kebutuhan anak dan tingkat ekonomi keluarga anak yang bersangkutan.
Dengan begitu keluarga dan si anak dapat terbantu mengatasi masalahnya.



 
BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
                1.       Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku Dan Emosi (Tunalaras)
          Anak tuna laras adalah individu (usia anak dan remaja) yang mempunyai tingkah laku menyimpang/ berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan/ norma-norma sosial baik taraf sedang, berat, maupun sangat berat, tidak/ kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh suasana, sehingga membuat kesulitan (kerugian) bagi diri sendiri maupun orang lain maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.
Klasifikasi menurut jenis gangguan atau hambatan
a.       Gangguan Emosi
b.      Gangguan Sosial
Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
a.       Besar-kecilnya gangguan emosi
b.      Frekuensi tindakan
c.       Berat-ringan nya pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sangsi hukum.
d.      Tempat atau situasi kenakalan yang dilakukan
e.       Mudah-sukarnya dipengaruhi untuk bertingkah laku baik.
f.       Tunggal atu ganda ketunaan yang dialami,
Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya di antaranya sebagai berikut:
a.      
24
 
Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembra dkk. (dalam Phierda, 2012) adalah anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah dan yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anakyang menarik diri dari pergaulan social, sedangkan yang beresiko rendah yaitu autism dan skizofrenia.
b.      Adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan menurut Phierda (2012) sebagai berikut:
c.       Neurotik Behavior (Perilaku Neurotik)
d.      Children With Psycotic Processes
     Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku)  memiliki ciri-ciri:
a.       Cenderung membangkang
b.      Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c.       Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
d.      Sering bertindak melanggar norma sosial/norma susila/hukum
e.       Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah
f.       Sering bolos jarang masuk sekolah                 
        Untuk karakteristik Gangguan Perilaku dan Emosi dapat diidentifikasikan :
a.       Memberikan contoh perilaku yang baik terhadap anak.
b.      Membimbing pelatihan perilaku non agresif dalam kehidupan nyata dan dalam kegiatan seperti bermain peran, pengucapan bersama.
c.       Menguatkan perilaku nonagresif dengan memberi imbalan bagi perilaku pengganti respons agresif.
d.      Menghentikan agresi dengan menolak memberi imbalan bagi perilaku agresif.
           2.       Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Ganda
            Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki. 
            Anak tunaganda biasanya menunjukkan fenomena-fenomena perlaku di antaranya : 
a.       Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi. 
b.      Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat. 
c.       Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan. 
d.      Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri. 
e.       Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif. 
f.       Kecenderungan lupa akan keterampilan keterampilan yang sudah dikuasai. 
g.      Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya. 
Klasifikasi dengan gangguan ganda:
Ada beberapa kombinasi kelaianan, di antaranya:
a.       Kelainan utamanya tunagrahita.
b.      Kelainan utamanya tunarungu.
c.       Kelainan utamanya tunanetra.
d.      Kelainanan utamanya tunadaksa.
e.       Kelainan utamanya tunalaras.
f.       Kombinasi kelainan lain
Identifkasi dengan gangguan ganda dapat diidentifikasikan:
Dapat diberikan edukasi yang lebih efektif sehingga anak dapat lebih semangat dalam mengikuti pelajaran, seperti pemberian pertanyaan di sela-sela penjelasan atau dengan cara yeng lebih menyenangkan, yaitu berrmain sambil belajar, pembentukkan kelompok belajar, serta diberikan bimbingan dan pembelajaran seperti pada identifikasi gangguan perilaku & emosi dan gangguan kesulitan belajar.

           3.       Karakteristik, Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Dengan Belajar
            Anak berkesulitan belajar menurut Choiri, dkk (2009: 35) adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman,  gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
Karakteristik peserta didik berkesulitan belajar:
a.       Karakteristik anak kesulitan belajar membaca (disleksia) yaitu sebagai berikut:
1)      Perkembangan kemampuan membaca terlambat
2)      Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3)      Kesulitan membedakan bentuk,
4)      Sering melakukan kesalahan dalam membaca
b.      Karakteristik anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia) yaitu sebagai berikut:
1)      Sangat lamban dalam menyalin tulisan
2)      Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
3)      Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
4)      Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
5)      Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
c.       Karakteristik anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia) yaitu sebagai berikut:
1)      Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
2)      Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
3)      Sering salah membilang secara berurutan
4)      Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
5)      Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Klasifikasi ABK peserta didik berkesulitan belajar:
Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi:
a.       Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)
b.      Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan)
c.       Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai)
d.       Gangguan Perkembangan Perilaku
Kesulitan Belajar Akademik
Kesulitan Belajar akademik terdiri atas:
a.       Disleksia atau Kesulitan Membaca
b.      Disgrafia atau Kesulitan Menulis
c.       Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung
Identifikasi peserta didik berkesulitan belajar dapat diidentifikasikan:
a.       Dibutuhkan kesabaran ekstra dari pendidik untuk membimbing anak.
b.      Anak perlu diberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih yang tidak menurunkan semangat belajarnya.
c.       Penyuluhan orangtua terhadap perkembangan anaknya perlu dilakukan sehingga proses belajar tetap berkesinambungan antara yang di rumah dengan di sekolah.
d.      Pemberian pelajaran tambahan di sekoalh dan les di rumah dapat membantu kesuitan belajar anak.
e.       Pendidik dapat membantu opsi les untuk kebutuhan anak dan tingkat ekonomi keluarga anak yang bersangkutan.


B.     Saran
          Anak berkebutuhan khusus atau ABK dengan gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik yang berkesulitan belajar memang individu yang melakukan suatu penyimpangan baik sosial maupun dalam segi pendidikan. Namun, apabila hanya dengan hal tersebut menyurutkan kita sebagai calon guru untuk mundur dalam mencetak karakter bangsa merupakan hal yang kurang bijak. Kita sebagai calon guru hendaknya lebih mengenal dan memahami karakteristik siswa yang memang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, perlunya mengidentifikasi mengenai gangguan yang dimiliki oleh siswa. Dengan adanya makalah mengenai materi ABK dengan gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik yang berkesulitan belajar diharapkan mahasiswa dan mahasiswi dapat dengan baik memahami karakteristik, klasifikasi, dan dapat mengidentifikasi gangguan gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik yang berkesulitan belajar.
















 
DAFTAR PUSTAKA

Cahyan, E. 2012. Tunaganda. Diunduh dari http://ekacahyanplb12.blogspot.co.id/2012/11/tunaganda.html pada tanggal 3 maret 2016.
Choiri, A. S, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA FKIP UNS
Phierda. 2012. Anak Tuna Laras dan Karakteristiknya. Diunduh dari https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak tuna laras dan karakteristiknya/ pada tanggal 2 Maret 2016
Suwardani, E. 2012. Karakteristik Anak Tunalaras. Diunduh http://ericha-wardhani.blogspot.com/2012/05/karakteristik-anak-tunalaras-menurut.html pada tanggal 2 Maret 2016
Zulkifly. 2013.  Karakteristik Tunaganda. Diunduh dari http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=77 pada tanggal 3 maret 2016