|
MAKALAH
KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI, DAN IDENTIFIKASI ABK
(Gangguan
Perilaku dan Emosi, Gangguan Ganda, Peserta Didik Berkesulitan Belajar)
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu:
Drs. Wahyudi, M.Pd
![]() |
Disusun Oleh :
Kelompok 5 ( IV A)
1.
Inez Anugerah P. P (19/ K7114071)
2.
Isnaeni Aprilia
Kartika (20/ K7114076)
3.
Isti Fardiyanti (22/
K7114037)
4.
Khoerul Amin (24/ K7114085)
5.
Muna Fauziah (31/ K7114113)
PROGRAM S1 PGSD KAMPUS VI KEBUMEN
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah
SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan
Inklusi.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini,
tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang karakteristik, klasifikasi, dan identifikasi dengan gangguan
perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik berkesulitan belajar, yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi,
dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik
itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan
penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa FKIP Kampus PGSD Kebumen Universitas Sebelas Maret. Kami sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing kami meminta masukan
demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Kebumen, 3 Maret
2016
Penulis,
DAFTAR ISI
COVER HALAMAN......................................................................................
i
KATA PENGANTAR.....................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..........................................................................................
1
B.
Rumusan Masalah......................................................................................
2
C.
Tujuan........................................................................................................
2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi
1. Klasifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi ............................. 5
2. Karakteristik Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi.......................... 9
3. Identifikasi Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi ........................... 12
B.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi Dengan Gangguan Ganda
1. Karakteristik Dengan Gangguan Ganda..............................................
13
2. Klasifikasi Dengan Gangguan Ganda ................................................. 13
3. Identifikasi Dengan Gangguan Ganda ................................................ 14
C.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar
1. Karakteristik Peserta Didik Berkesulitan Belajar................................. 15
2. Klasifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar..................................... 16
3. Identifikasi Peserta Didik Berkesulitan Belajar................................... 20
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan....................................................................................................
24
B.
Saran..........................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak-anak
berkebutuhan khusus, adalah
anak-anak yang memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal
pada umumnya. Keadaan
inilah yang menuntut pemahaman terhadap hakikat
anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus
terkadang menyulitkan guru
dalam upaya menemu kenali
jenis dan pemberian layanan pendidikan
yang sesuai. Namun apabila
guru telah memiliki pengetahuan
dan pemahaman mengenai hakikat
anak berkebutuhan khusus, maka
mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Anak berkebutuhan khusus sejatinya terjadi
dari berbagai macam dan karakter. Anak berkebutuhan khusus bisa digolongkan
menjadi anak yang memiliki kelainan secara fisik, mental, berkelainan emosional
maupun akademik. Sebagai tenaga pendidik, memahami berbagai karakter anak
terutama anak yang memiliki karakter yang istimewa seperti anak berkebutuhan
khusus tentu saja harus menjadi sebuah keahlian karena bukan tidak mungkin,
siswa yang pada nantinya menjadi anak didik bisa saja memiliki keistimewaan
seperti anak berkebutuhan khusus. Untuk itu melalui makalah ini kami mencoba mengkaji
lebih dalam mengenai klasifikasi, karakteristik, dan Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan gangguan perilaku dan emosi, ABK dengan gangguan ganda, serta ABK dengan
peserta didik berkesulitan belajar.
|
Oleh karena itu , penulis membuat
makalah ini yang fungsinya bertujuan untuk memaparkan Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi yang terdapat pada anak yang mengalami gangguan perilaku
dan emosi, gangguan ganda, dan peserta duduk yang berkesulitan belajar agar
nantinya bagi para calon pendidik Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengenali dan
memahami mereka serta mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
sajakah yang menjadi karakteristik dengan gangguan perilaku dan emosi?
2. Apa
sajakah yang menjadi klasifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi?
3. Apa
sajakah yang menjadi identifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi?
4. Apa
sajakah yang menjadi karakteristik dengan gangguan ganda?
5. Apa
sajakah yang menjadi klasifikasi dengan gangguan ganda?
6. Apa
sajakah yang menjadi identifikasi dengan gangguan ganda?
7. Apa
sajakah yang menjadi karakteristik dengan peserta didik berkesulitan belajar?
8. Apa
sajakah yang menjadi klasifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar?
9. Apa
sajakah yang menjadi identifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar?
C.
Tujuan
1. Dapat
memahami dan menjelaskan karakteristik dengan gangguan ganda.
2. Dapat
memahami dan menjelaskan klasifikasi dengan gangguan ganda.
3. Dapat
menjelaskan cara mengidentifikasi dengan gangguan ganda.
4. Dapat
memahami dan menjelaskan karakteristik dengan gangguan perilaku dan emosi.
5. Dapat
memahami dan menjelaskan klasifikasi dengan
gangguan perilaku dan emosi.
6. Dapat
menjelaskan cara mengidentifikasi dengan gangguan perilaku dan emosi.
7. Dapat
memahami dan menjelaskan karakteristik dengan
peserta didik berkesulitan belajar.
8. Dapat
memahami dan menjelaskan klasifikasi dengan
peserta didik berkesulitan belajar.
9. Dapat
memahami dan menjelaskan cara
mengidentifikasi dengan peserta didik berkesulitan belajar.
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku Dan Emosi (Tunalaras)
1.
Pengertian
Tunalaras
Istilah tunalaras berasal dari kata
“tuna” yang berarti kurang dan “laras” yang berarti sesuai. Jadi, anak
tunalaras berarti anak yang bertingkah laku kurang/ tidak sesuai dengan
lingkungan. Perilakunya sering bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat tempat ia berada. Menurut Soemantri anak tunalaras sering
disebut dengan anak tuna sosial karena tingkah laku mereka menunjukkan
pertentangan yang terus menerus terhadap norma-norma masyarakat yang berwujud
seperti mencuri, mengganggu dan menyakiti orang lain. (Suwardani, 2012)
Choiri,
dkk (2009: 32) berpendapat bahwa anak dengan gangguan perilaku dan emosi
(Tunalaras) adalah anak yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang,
berat, dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat
terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya
sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerluka
pelayanan dan pendidikan secara khusus.
|
Istilah yang digunakan untuk anak
yang berkelainan perilaku (anak tunalaras) dalam konteks kehidupan sehari-hari
di kalangan praktisi sangat bervariasi. Perbedaan pemberian julukan kepada anak
yang berperilaku menyimpang tidak lepas dari konteks pihak yang berkepentingan.
Misalnya, para orang tua cenderung menyebut anak tunalaras denga istilah anak
jelek (bad boy), para guru
menyebutnya dengan anak yang tidak dapat diperbaiki (incurrigible), para psikiater/psikolog lebih senang menyebut dengan
anak yang terganggu emosinya (emotional
disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak
dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), atau jika mereka berurusan dengan hukum
maka para hakim biasa menyebutnya sebagai anak-anak pelanggar/penjahat (deliquent). Terlepas dari julukan yang
diberikan kepada para tunalaras, secara substansial kesamaan makna yang
terdapat pada pemberian “gelar” pada anak tunalaras, disamping menunjuk pada
cirinya yaitu terdapatnya penyimpangan yang berlaku di lingkungannya.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak tuna laras adalah individu (usia
anak dan remaja) yang mempunyai tingkah laku menyimpang/ berkelainan, tidak
memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan/ norma-norma sosial
baik taraf sedang, berat, maupun sangat berat, tidak/ kurang mempunyai
toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh suasana,
sehingga membuat kesulitan (kerugian) bagi diri sendiri maupun orang lain maka
dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara
khusus.
2.
Klasifikasi ABK
Dengan Gangguan Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
Secara
garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami
kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami
gangguan emosi. Tiap jenis kelainan anak tersebut dapat ditinjau dari segi gangguan
atau hambatan dan klasifikasi berat ringan nya kenakalan, dengan penjelasan
sebagai berikut:
a.
Menurut Jenis Gangguan Atau Hambatan
1) Gangguan Emosi
Anak
tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis
perbuatan yaitu, senang-sedih, lambat-cepat marah, dan rileks-tekanan. Secara
umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atu marah, rasa tertekan dan
merasa cemas.
2) Gangguan Sosial
Anak
ini mengalami gangguan atu merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka
tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala
perbuatan ini adalah seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar,
menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang, menghina orang lain,
berkelahi, merusak milik orang lain, dan lain sebagainya. Perbuatan mereka
sangat mengganggu ketentraman orang lain.
b.
Klasifikasi Berat-Ringannya
Kenakalan
1) Besar-kecilnya gangguan emosi,
artinya semakin tinggi memiliki perasaan negatif terhadap orang lain makin
dalam rasa negatif semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
2) Frekuensi tindakan, artinya
frekuensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan sikap penyesalan
terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalan nya.
3) Berat-ringan nya pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sangsi hukum.
4) Tempat atau situasi kenakalan yang
dilakukan atinya anak berani berbuat kenakalan dimasyarakat sudah menunjukkan
berat, dibandingkan dengan apabila dia dirumah.
5) Mudah-sukarnya dipengaruhi untuk
bertingkah laku baik. Para pendidik atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana
dengan segala cara memperbaiki anak. Anak bandel dan keras kepala sukar
mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
6) Tunggal atu ganda ketunaan yang
dialami, apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka
dia termasuk golongan berat dalam pembinaan nya.
Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya di antaranya
sebagai berikut:
a.
Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembra dkk. (dalam
Phierda, 2012) adalah anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang
beresiko tinggi dan rendah dan yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif,
pembangkang, delinkuensi dan anakyang menarik diri dari pergaulan social,
sedangkan yang beresiko rendah yaitu autism
dan skizofrenia. Secara umum anak
tunalaras menunjukkan ciri-ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap
klasifikasi, yaitu kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang
dewasa, dan agresif. Selain pembagian diatas, masih banyak tingkah laku
anak-anak yang dapat digolongkan tunalaras yang belum mendapat layanan khusus,
misalnya anak merasa bahagia bila melihat api karena ingin selalu membakar
saja, anak yang suka meninggalkan rumah, penyimpangan seks, dan sebagainya.
b.
System klasifikasi kelainan perilaku yang dikemukakan
oleh Quay, 1979 Samuel A. Kirk and James J. Gallagher (dalam Phierda, 2012)
adalah sebagai berikut:
1) Anak
yang mengalami gangguan perilaku yang kacau (conduct disorder) mengacu pada
tipe anak yang melawan kekuasaan, seperti bermusuhan dengan polisi dan guru,
kejam, jahat, suka menyerang, hiperaktif.
2) Anakyang
cemas-menarik diri (anxious-withdraw) adalah anak yang pemalu, takut-takut,
suka menyendiri, peka, dan penurut. Mereka tertekan batinnya.
3) Dimensi
ketidakmatangan (immaturity) mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian,
lambat, tidak berminat sekolah, pemalas, suka melamun dan pendiam. Mereka mirip
seperti anak autistic.
4) Anak
agresi sosialisasi (socialized-aggressive) mempunyai cirri atau masalah
perilaku yang sama dengan gangguan perilaku yang bersosialisasi dengan “gang:
tertentu. Anak tipe ini termasuk dalam perilaku pencurian dan pembolosan.
Mereka merupakan suatu bahaya bagi masyarakat umum.
c.
Adapun anak yang mengalami gangguan emosi
diklasifikasikan menurut Phierda (2012) sebagai berikut:
1)
Neurotik Behavior (Perilaku
Neurotik)
Anak
pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi mereka
mempunyai permasalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya. Mereka sering
dan mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan marah, cemas dan
agresif, serta rasa bersalah disamping juga kadang-kadang mereka melakukan
tindakan lain seperti yang dilakukan oleh anak unsocialized (mencuri,
bemusuhan). Anak pada kelompok ini dapat dibantu dengan terapi seorang
konselor.
Keadaan
neurotik ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak
atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena
kesalahan pengajaran atau juga adanya kesulitan belajar yang berat.
2)
Children With Psycotic Processes
Anak pada
kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan
penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang
nyata, sehingga tidak memilki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas
diri. Adanya ketidaksadaran ini disebabkan oleh gangguan pada sistem syaraf
sebagai akibat dari keracunan, misalnya: minuman keras dan obat-obatan. Oleh
karena itulah usaha penanggulangannya lebih sulit karena anak tidak dapat
berkomunikasi sehingga layanan pendidikan harus disesuaikan dengan kemajuan
terapi dan dilakukan pada setiap kesempatan yang memungkinkan.
Kiranya
jelas bahwa kelompok neurotik, anak mengalami gangguan yang sifatnya
fungsional, sedangkan pada kelompok psikotis disamping mengalami gangguan
fungsional, anak juga mengalami gangguan yang sifatnya organis. Oleh karena
itu, anak-anak yang termasuk kelompok psikotis kadang-kadang memerlukan
perawatan medis.
3.
Karakteristik ABK Dengan Gangguan
Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
Karakteristik yang dikemukakan oleh
Hallahan & Kauffman (dalam Phierda, 2012) berdasarkan dimensi tingkah laku
anak tunalaras adalah sebagai berikut:
a.
Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku,
memperlihatkan ciri-ciri: suka berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk
membangkang, menantang, merusak milik sendiri atau milik orang lain, kirang
ajar, lancang, melawan, tidak mau bekerja sama, tidak mau memperhatikan,
memecah belah, rebut, tidak bias diam, menolak arahan, cepat marah, menganggab
entengg, sok aksi, ingin menguasai orang lain, mengancam, pembohong, tidak
dapat dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, suka bersoal jawab, tak sanggub
berdikari, mencuri, mengejek, menyangkal, berbuat salah, egois, dan mudah
terpengaruh untuk berbuat salah.
b.
Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan
cirri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu, segan, menarik diri,
terasing, tak berteman, rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, dingin,
malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, pendiam, suka
berahasia.
c.
Anak yang kurang dewasa, dengan cirri-ciri, yaitu
pelamun, kaku, berangan-angan, pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk,pembosan,
dan kotor.
d.
Anak yang agresif bersosialisasi, dengan cirri-ciri,
yaitu mempunyai komplotan jahat, mencuri bersama kelompoknya, loyal terhadap
teman nakal, berkelompok dengan geng, suka diluar rumah sampai larut malam,
bolos sekolah, dan minggat dari rumah.
Berikut ini akan dikemukakan
karakteristik yang berkaitan dengan segi akademik, social/emosional,
fisik/kesehatan anak tunalaras menurut Phierda (2012):
a. Karakteristik Akademik
Kelainan
perilaku akan mengakibatkan adanya penyesuaian social dan sekolah yang buruk.
Akibat penyesuaian yang brurk tersebut maka dalam belajarnya memperlihatkan
cirri-ciri sebagai berikut.
1)
Pencapaian hasil belajar yang jauh dibawah rata-rata
2)
Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau ruangan
bimbingan untuk tindakan discipliner.
3)
Seringkali tidak naik kelas atau bahkan ke luar
sekolahnya
4)
Sering kali membolos sekolah
5)
Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan
alasan sakit, perlu istirahat
6)
Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering
mendapat panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi
7)
Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan
polisi
8)
Lebih sering menjalani masa percobaab dari yang
berwenang
9)
Lebih sering melakukan pelanggaran hokum dan
pelanggaran tanda-tanda lalu lintas
10) Lebih sering
dikirim ke klinik bimbingan
b. Karakteristik Sosial/Emosional
Karakteristik
social/emosional anak tunalaras dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Karakteristik Social
a)
Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain,
dengan ciri-ciri: perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melnggar
norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah
tangga.
b)
Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif,
yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang
atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.
2) Karakteristik Emosional
a)
Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak,
seperti tekanan batin dan rasa cemas.
b)
Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri,
ketakutan, dan sangat sensitive atau perasa.
3) Karakteristik Fisik/Kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan anak
tunalaras ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan
gerakan (tik). Seringkali anak merasakan ada sesuatu yang tidak beres pada
jasmaninya, ia mudah mendapat kecelakaan, merasa cemas terhadap kesehatannya,
merasa seolah-olah sakit. Kelainan lain yang berwujud kelainan fisik, seperti
gagap, buang air tidak terkendali, sering mengompol dan jorok.
Berdasarkan beberapa penjelasan di
atas dapat disimpulkan tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan
perilaku)
memiliki
ciri-ciri:
a.
Cenderung membangkang
b.
Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c.
Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
d.
Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/hukum
e.
Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah
f.
Sering bolos jarang masuk sekolah
4.
Identifikasi ABK Dengan Gangguan
Perilaku dan Emosi (Tunalaras)
Untuk karakteristik ABK Gangguan Perilaku dan Emosi dapat diidentifikasikan:
a.
Memberikan contoh
perilaku yang baik terhadap anak.
b.
Membimbing pelatihan
perilaku non agresif dalam kehidupan nyata dan dalam kegiatan seperti bermain
peran, pengucapan bersama.
c.
Menguatkan perilaku
nonagresif dengan memberi imbalan bagi perilaku pengganti respons agresif.
d.
Menghentikan agresi
dengan menolak memberi imbalan bagi perilaku agresif.
Menghukum perilaku agresif
dengan salah satu dari tiga cara : memberi stimulus yang menyakitkan (misalnya
menampar); Menghentikan imbalan positif (misalnya mengurangi nilai yang telah
diberikan) atau menahan sesuatu yang disukai anak (misalnya makanan, permen,
mainan); Memberi time out (misalnya menyuruh anak berdiri di depan kelas atau
duduk di kantor kepala sekolah pada waktu teman yang lain bermain).
B.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Ganda
1.
Pengertian
Gangguan Ganda (Tuna Ganda)
Anak
tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan
atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga
dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu
kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan
sesuai kelainan yang dimiliki. (Zulkifly, 2013)
2.
Karakteristik
ABK Dengan Gangguan Ganda
Zulkifly
(2013) mengemukakan bahwa anak tunaganda biasanya menunjukkan fenomena-fenomena perlaku di antaranya :
a. Kurang komunikasi atau sama sekali
tidak dapat berkomunikasi.
b. Perkembangan motorik dan fisiknya
terlambat.
c. Seringkali menunjukkan perilaku yang
aneh dan tidak bertujuan.
d. Kurang dalam keterampilan menolong
diri sendiri.
e. Jarang berperilaku dan berinteraksi
yang sifatnya konstruktif.
f. Kecenderungan lupa akan keterampilan
keterampilan yang sudah dikuasai.
g. Memiliki masalah dalam
mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi
lainnya.
3.
Klasifikasi
ABK Dengan Gangguan Ganda
Cahyan
(2012) berpendapat bahwa pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, di
antaranya:
a. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan
dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara
menanganinya.
b. Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan
dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
c.
Kelainan
utamanya tunanetra.
Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan
yang lainnya.
d.
Kelainanan
utamanya tunadaksa.
Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu,
gayaemosi, dan kelainan lain.
e.
Kelainan
utamanya tunalaras.
Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
f.
Kombinasi
kelainan lain
4.
Identifkasi
ABK Dengan Gangguan Ganda
Untuk karakteristik Gangguan Ganda dapat diidentifikasikan :
Dapat diberikan edukasi yang lebih efektif sehingga anak dapat lebih semangat
dalam mengikuti pelajaran, seperti pemberian pertanyaan di sela-sela penjelasan
atau dengan cara yeng lebih menyenangkan, yaitu berrmain sambil belajar,
pembentukkan kelompok belajar, serta diberikan bimbingan dan pembelajaran seperti
pada identifikasi gangguan perilaku & emosi dan .gangguan kesulitan
belajar.
C.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Dengan Belajar
Dalam
pelayanan pendidikan di sekolah reguler, sering kali guru dihadapkan pada siswa
yang mengalami problem belajar atau kesulitan belajar salah satu kelompok kecil
siswa yang termasuk dalam klasifikasi tersebut adalah kelompok anak yang berkesulitan
belajar spesifik atau disebut specific learning disabilities. (Choiri, dkk,
2009: 35)
Anak berkesulitan belajar menurut Choiri,
dkk (2009: 35) adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses
psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang
dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja,
berpikir, menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut
bukan bersumber pada sebab-sebab keterbelakangan mental, gangguan emosi,
gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan,
budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
Secara garis besar kelompok siswa
berkesulitan belajar dapat dibagi dua.
Pertama, yang berkaitan dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan
persepsi, bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang
berkaitan dengan akademik (membaca, menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas
yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan secara tegas
karena ada keterkaitan di antara keduanya.
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa
saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai yang berinteligensi
tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan
prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah
sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan pendekatan profesional secara
terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi. Sesuai dengan
fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi
strategis dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan
ujung tombak dalam membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya,
termasuk permasalahan yang dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan
bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dihadapi anak, langkah
pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan identifikasi atau
penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang
ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan
program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya.
Dan, kemampuan melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang
terkait dengan kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca
(disleksia), kesulitan belajar
menulis (disgrafia), atau kesulitan
belajar berhitung (diskalkulia),
sedangkan dalam mata pelajaran lain, mereka tidak mengalami kesulitan yang
berarti.
1.
Karakteristik
ABK Dengan Peserta Didik Berkesulitan Belajar
Anak
dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau
lebih kemampuan dasar psikologis. Anak ini memiliki IQ rata-rata atau diatas
rata-rata.
Karakteristik anak kesulitan belajar membaca (disleksia) yaitu sebagai berikut:
Karakteristik anak kesulitan belajar membaca (disleksia) yaitu sebagai berikut:
a.
Perkembangan
kemampuan membaca terlambat
b.
Kemampuan
memahami isi bacaan rendah
c.
Kesulitan
membedakan bentuk,
d.
Sering melakukan
kesalahan dalam membaca
Karakteristik anak
yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia) yaitu sebagai berikut:
a.
Sangat lamban
dalam menyalin tulisan
b.
Sering salah
menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2
b.
dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya,
c.
Hasil tulisannya
jelek dan tidak terbaca,
d.
Sulit menulis
dengan lurus pada kertas tak bergaris.
e.
Menulis huruf
dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
Karakteristik anak
yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia) yaitu sebagai berikut:
a.
Sulit membedakan
tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b.
Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan,
c.
Sering salah
membilang secara berurutan
d.
Sering salah
membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2
dengan 5, 3
dengan 8, dan sebagainya,
e.
Sulit membedakan
bangun-bangun geometri.
2.
Klasifikasi ABK Peserta
Didik Berkesulitan Belajar
Kesulitan
Belajar Perkembangan (Pra akademik)
Kesulitan
yang bersifat perkembangan meliputi:
a.
Gangguan Perkembangan Motorik
(Gerak)
Gangguan
pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk
gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah,
gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan
tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).
b.
Gangguan Perkembangan Sensorik
(Penginderaan)
Gangguan
pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan
tersebut mencakup pada proses:
1)
Penglihatan,
2)
Pendengaran,
3)
Perabaan,
4)
Penciuman, dan
5)
Pengecap.
c.
Gangguan Perkembangan Perseptual
(Pemahaman atau apa yang diinderai)
Gangguan
pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan
sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan
tersebut meliputi:
1)
Gangguan dalam Persepsi Auditoris,
berupa kesulitan memahami objek yang didengarkan.
2)
Gangguan dalam Persepsi Visual,
berupa kesulitan memahami objek yang dilihat.
3)
Gangguan dalam Persepsi Visual
Motorik, berupa kesulitan memahami objek yang bergerak atau digerakkan.
4)
Gangguan Memori, berupa ingatan
jangka panjang dan pendek.
5)
Gangguan dalam Pemahaman Konsep.
6)
Gangguan Spasial, berupa pemahaman
konsep ruang.
d.
Gangguan Perkembangan Perilaku
Gangguan
pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari
dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi:
1)
ADD (Attention Deficit Disorder)
atau gangguan perhatian
2)
ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian yang disertai hiperaktivitas.
Kesulitan
Belajar Akademik
Kesulitan
Belajar akademik terdiri atas:
a.
Disleksia atau Kesulitan Membaca
Disleksia atau kesulitan membaca adalah
kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi
visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca
pemahaman. Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa:
1)
Penambahan (Addition)
Menambahkan huruf pada suku kata
Contoh : suruh → disuruh; gula → gulka
2)
Penghilangan (Omission)
Menghilangkan huruf pada suku kata
Contoh : kelapa → lapa; kompor → kopor
3)
Pembalikan kiri-kanan (Inversion)
4)
Membalikkan bentuk huruf, kata,
ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan.
Contoh : buku → duku; palu → lupa
5)
Pembalikan atas-bawah (ReversalI)
Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan
arah terbalik atas bawah.
Contoh : m → w; u→ n; nana → uaua; mama → wawa; 2 → 5;
6)
Penggantian (Substitusi)
Mengganti huruf atau angka.
Contoh : mega → meja; nanas → mamas;
3 → 8
b.
Disgrafia atau Kesulitan Menulis
Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan
proses menggambar simbol simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka.
Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis,
yaitu:
1)
Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi
urutan huruf yang tepat dalam ucapan atau tulisan dari suku kata/kata.
Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau
kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau
ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3)
Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.
2)
Menulis Permulaan (Menulis cetak dan
Menulis sambung) yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak
berkesulitan belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang
terpisah-pisah daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian
yang pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak,
rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis
”per huruf”. Sedangkan saat menulishuruf- sambung rentang perhatian yang
dibutuhkan relatif lebih panjang, karena mereka menulis ”per kata”.
Kesulitan
yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain:
a)Ketidakkonsistenan
bentuk/ukuran/proporsi huruf
b)
Ketiadaan jarak tulisan antar-kata
c)Ketidakjelasan
bentuk huruf
d)
Ketidakkonsistenan posisi huruf pada
garis
Dalam
disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan
membaca, seperti:
a)
penambahan huruf/suku kata
b)
penghilangan huruf/suku kata
c)
pembalikan huruf ke kanan-kiri
d)
pembalikan huruf ke atas-bawah
e)
penggantian huruf/suku kata
3) Menulis
Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang bertujuan
mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini
membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja; (4)
menulis permulaan.
c.
Diskalkulia atau Kesulitan
Berhitung
Kesulitan
berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir,
mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau
jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari
kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung
dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung,
kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau
tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian.
3.
Identifikasi ABK Peserta
Didik Berkesulitan Belajar
Identifikasi
dalam hal ini merupakan proses untuk menemukan individu
agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami.
Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan
layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen
untuk mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut.
Instrumen ini berupa tabel inventori atau daftar
ceklis. Instrumen ini bisa digunakan guru kelas untuk mengidentifikasi
kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan melalui observasi atau pengamatan.
Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat dikenali setelah 3 bulan pertama
setelah mengikuti pembelajaran di kelas.
Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang
klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Klasifikasi tersebut dapat
disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi
dilakukan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut
ini instrumennya.
Identifikasi Awal Anak Berkesulitan
Belajar
|
No.
|
Perilaku yang teramati
|
Ceklis
|
|
1
|
Perhatian mudah teralih
|
|
|
2
|
Lambat dalam mengikuti instruksi
atau menyelesaikan tugas
|
|
|
3
|
Tidak kenal lelah atau aktivitas
berlebihan
|
|
|
4
|
Sering kehilangan barang-barang
atau mudah lupa
|
|
|
5
|
Sering menabrak benda saat
berjalan
|
|
|
6
|
Cenderung ceroboh
|
|
|
7
|
Kesulitan mengikuti ritme atau
ketukan
|
|
|
8
|
Kesulitan bekerjasama dengan teman
|
|
|
9
|
Kesulitan meniru gerakan yang
dicontohkan
|
|
|
10
|
Kesulitan melempar dan menangkap
bola
|
|
|
11
|
Kesulitan membedakan arah
kiri–kanan, atas-bawah, depan–belakang
|
|
|
12
|
Kesulitan dalam mengenal huruf
|
|
|
13
|
Kesulitan untuk membedakan huruf “
b-d, p-q, w-m, n-u “
|
|
|
14
|
Kualitas tulisan sangat buruk
(tidak terbaca)
|
|
|
15
|
Kehilangan huruf saat menulis
|
|
|
16
|
Kurang dapat memahami isi bacaan
|
|
|
17
|
Menghilangkan kata saat membaca
|
|
|
18
|
Kosakata
terbatas
|
|
|
19
|
Kesulitan untuk mengemukakan
pendapat
|
|
|
20
|
Kesulitan untuk mengenali konsep
angka dan bilangan
|
|
|
21
|
Kesulitan memahami soal cerita
|
|
|
22
|
Kesulitan membedakan bentuk
geometri (lingkaran, persegi, persegipanjang, dan segitiga)
|
|
|
23
|
Kesulitan membedakan konsep +, -,
x dan :
|
|
|
24
|
Sulit membilang secara berurutan
|
|
|
25
|
Sulit mengoperasikan hitungan
|
|
|
Perilaku lain yang teramati :
|
||
Bila dari hasil pengamatan, seorang
anak menunjukkan lebih dari delapan item perilaku dalam daftar ceklis ini,
kemungkinan anak tersebut berisiko mengalami kesulitan belajar. Untuk
memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya,
anak bisa dirujuk kepada tenaga ahli (psikolog, pedagog) sehingga layanan
pendidikan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat.
Namun, tanpa rujukan tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan
melaksanakan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
Untuk karakteristik Gangguan Kesulitan Belajar Spesifik dan Lamban Belajar dapat diidentifikasikan:
a.
Dibutuhkan kesabaran
ekstra dari pendidik untuk membimbing anak.
b.
Anak perlu diberikan
kasih sayang dan perhatian yang lebih yang tidak menurunkan semangat
belajarnya.
c.
Penyuluhan orangtua
terhadap perkembangan anaknya perlu dilakukan sehingga proses belajar tetap
berkesinambungan antara yang di rumah dengan di sekolah.
d.
Pemberian pelajaran
tambahan di sekoalh dan les di rumah dapat membantu kesuitan belajar anak.
e.
Pendidik dapat
membantu opsi les untuk kebutuhan anak dan tingkat ekonomi keluarga anak yang
bersangkutan.
Dengan begitu
keluarga dan si anak dapat terbantu mengatasi masalahnya.
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Perilaku Dan Emosi
(Tunalaras)
Anak
tuna laras adalah individu (usia anak dan remaja) yang mempunyai tingkah laku
menyimpang/ berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap
peraturan/ norma-norma sosial baik taraf sedang, berat, maupun sangat berat,
tidak/ kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah
terpengaruh suasana, sehingga membuat kesulitan (kerugian) bagi diri sendiri
maupun orang lain maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan
pendidikan secara khusus.
Klasifikasi
menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
b. Gangguan Sosial
Klasifikasi
berat-ringannya kenakalan
a. Besar-kecilnya gangguan emosi
b. Frekuensi tindakan
c. Berat-ringan nya pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sangsi hukum.
d. Tempat atau situasi kenakalan yang
dilakukan
e. Mudah-sukarnya dipengaruhi untuk
bertingkah laku baik.
f. Tunggal atu ganda ketunaan yang
dialami,
Pengklasifikasian anak tunalaras banyak ragamnya di
antaranya sebagai berikut:
a.
|
Klasifikasi yang dikemukakan oleh Rosembra dkk. (dalam
Phierda, 2012) adalah anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang
beresiko tinggi dan rendah dan yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif, agresif,
pembangkang, delinkuensi dan anakyang menarik diri dari pergaulan social,
sedangkan yang beresiko rendah yaitu autism
dan skizofrenia.
b.
Adapun anak yang mengalami gangguan emosi diklasifikasikan
menurut Phierda (2012) sebagai berikut:
c.
Neurotik
Behavior (Perilaku
Neurotik)
d.
Children
With Psycotic Processes
Tunalaras
(anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku) memiliki ciri-ciri:
a.
Cenderung membangkang
b.
Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c.
Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu
d.
Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/hukum
e.
Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah
f.
Sering bolos jarang masuk sekolah
Untuk karakteristik Gangguan Perilaku dan Emosi dapat diidentifikasikan :
a. Memberikan contoh perilaku yang baik terhadap anak.
b. Membimbing pelatihan perilaku non agresif dalam kehidupan nyata dan
dalam kegiatan seperti bermain peran, pengucapan bersama.
c. Menguatkan perilaku nonagresif dengan memberi imbalan bagi perilaku
pengganti respons agresif.
d. Menghentikan agresi dengan menolak memberi imbalan bagi perilaku
agresif.
2.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Dengan Gangguan Ganda
Anak tunaganda adalah anak yang
memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang
menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya
dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja,
melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan
yang dimiliki.
Anak tunaganda biasanya menunjukkan
fenomena-fenomena perlaku di antaranya :
a. Kurang komunikasi atau sama sekali
tidak dapat berkomunikasi.
b. Perkembangan motorik dan fisiknya
terlambat.
c. Seringkali menunjukkan perilaku yang
aneh dan tidak bertujuan.
d. Kurang dalam keterampilan menolong
diri sendiri.
e. Jarang berperilaku dan berinteraksi
yang sifatnya konstruktif.
f. Kecenderungan lupa akan keterampilan
keterampilan yang sudah dikuasai.
g. Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan
keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
Klasifikasi dengan gangguan ganda:
Ada beberapa
kombinasi kelaianan, di antaranya:
a.
Kelainan
utamanya tunagrahita.
b.
Kelainan
utamanya tunarungu.
c.
Kelainan
utamanya tunanetra.
d.
Kelainanan
utamanya tunadaksa.
e.
Kelainan
utamanya tunalaras.
f.
Kombinasi
kelainan lain
Identifkasi dengan gangguan ganda dapat diidentifikasikan:
Dapat diberikan edukasi yang lebih efektif sehingga anak dapat lebih semangat
dalam mengikuti pelajaran, seperti pemberian pertanyaan di sela-sela penjelasan
atau dengan cara yeng lebih menyenangkan, yaitu berrmain sambil belajar,
pembentukkan kelompok belajar, serta diberikan bimbingan dan pembelajaran seperti
pada identifikasi gangguan perilaku & emosi dan gangguan kesulitan belajar.
3.
Karakteristik,
Klasifikasi, dan Identifikasi ABK Peserta Didik Berkesulitan Dengan Belajar
Anak
berkesulitan belajar menurut Choiri, dkk (2009: 35) adalah individu yang
mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf
pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan
nyata dalam: pemahaman, gangguan
mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung, atau
keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab
keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan
penglihatan, atau karena kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun
kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh guru.
Karakteristik peserta
didik berkesulitan belajar:
a.
Karakteristik
anak kesulitan belajar membaca (disleksia) yaitu sebagai berikut:
1) Perkembangan kemampuan membaca terlambat
2) Kemampuan memahami isi bacaan rendah
3) Kesulitan membedakan bentuk,
4) Sering melakukan kesalahan dalam membaca
b.
Karakteristik
anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia) yaitu sebagai berikut:
1) Sangat lamban dalam menyalin tulisan
2) Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v
dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
3) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
4) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
5) Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q
atau b)
c.
Karakteristik anak
yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia) yaitu sebagai berikut:
1)
Sulit membedakan
tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
2)
Sulit
mengoperasikan hitungan/bilangan,
3)
Sering salah
membilang secara berurutan
4)
Sering salah
membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan
sebagainya,
5)
Sulit membedakan
bangun-bangun geometri.
Klasifikasi ABK peserta
didik berkesulitan belajar:
Kesulitan
yang bersifat perkembangan meliputi:
a.
Gangguan Perkembangan Motorik
(Gerak)
b.
Gangguan Perkembangan Sensorik
(Penginderaan)
c.
Gangguan Perkembangan Perseptual
(Pemahaman atau apa yang diinderai)
d.
Gangguan Perkembangan Perilaku
Kesulitan Belajar
Akademik
Kesulitan
Belajar akademik terdiri atas:
a.
Disleksia atau Kesulitan Membaca
b.
Disgrafia atau Kesulitan Menulis
c.
Diskalkulia atau Kesulitan
Berhitung
Identifikasi peserta
didik berkesulitan belajar dapat diidentifikasikan:
a. Dibutuhkan kesabaran ekstra dari pendidik untuk membimbing anak.
b. Anak perlu diberikan kasih sayang dan perhatian yang lebih yang tidak
menurunkan semangat belajarnya.
c. Penyuluhan orangtua terhadap perkembangan anaknya perlu dilakukan
sehingga proses belajar tetap berkesinambungan antara yang di rumah dengan di
sekolah.
d. Pemberian pelajaran tambahan di sekoalh dan les di rumah dapat membantu
kesuitan belajar anak.
e. Pendidik dapat membantu opsi les untuk kebutuhan anak dan tingkat
ekonomi keluarga anak yang bersangkutan.
B.
Saran
Anak berkebutuhan khusus atau ABK
dengan gangguan perilaku dan emosi, gangguan ganda, dan peserta didik yang
berkesulitan belajar memang individu yang melakukan suatu penyimpangan baik
sosial maupun dalam segi pendidikan. Namun, apabila hanya dengan hal tersebut
menyurutkan kita sebagai calon guru untuk mundur dalam mencetak karakter bangsa
merupakan hal yang kurang bijak. Kita sebagai calon guru hendaknya lebih
mengenal dan memahami karakteristik siswa yang memang berkebutuhan khusus. Oleh
karena itu, perlunya mengidentifikasi mengenai gangguan yang dimiliki oleh
siswa. Dengan adanya makalah mengenai materi ABK dengan gangguan perilaku dan
emosi, gangguan ganda, dan peserta didik yang berkesulitan belajar diharapkan
mahasiswa dan mahasiswi dapat dengan baik memahami karakteristik, klasifikasi,
dan dapat mengidentifikasi gangguan gangguan perilaku dan emosi, gangguan
ganda, dan peserta didik yang berkesulitan belajar.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyan,
E. 2012. Tunaganda. Diunduh dari http://ekacahyanplb12.blogspot.co.id/2012/11/tunaganda.html
pada tanggal 3 maret 2016.
Choiri, A. S, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA FKIP UNS
Phierda. 2012. Anak
Tuna Laras dan Karakteristiknya. Diunduh dari https://phierda.wordpress.com/2012/11/04/anak tuna laras dan karakteristiknya/ pada tanggal 2 Maret 2016
Suwardani, E. 2012. Karakteristik Anak Tunalaras. Diunduh http://ericha-wardhani.blogspot.com/2012/05/karakteristik-anak-tunalaras-menurut.html pada
tanggal 2 Maret 2016
Zulkifly.
2013. Karakteristik Tunaganda. Diunduh dari http://www.slbk-batam.org/index.php?pilih=hal&id=77
pada tanggal 3 maret 2016
